Kasus penganiayaan terhadap KM (12), seorang anak di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, memicu perhatian serius dari praktisi hukum, Prof. Dr. Henry Indraguna.
Prof Henry Indraguna menegaskan bahwa tindakan kekerasan terhadap anak merupakan pelanggaran berat terhadap hukum dan hak asasi manusia.
Prof Henry Indraguna mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan hukuman setimpal kepada para pelaku sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak.
Menurutnya, perlindungan terhadap anak adalah tanggung jawab bersama antara masyarakat dan negara.
Tindakan Main Hakim Sendiri Melanggar Hukum
Kasus ini bermula dari tuduhan bahwa KM mencuri barang milik warga, yang kemudian memicu aksi main hakim sendiri oleh sejumlah orang dewasa, termasuk Ketua RT setempat.
Prof. Henry menilai tindakan tersebut melanggar prinsip dasar hukum dan mencederai nilai-nilai kemanusiaan.
“Terlepas dari dugaan tindakannya, anak-anak memiliki hak untuk diperlakukan secara manusiawi dan menjalani proses hukum yang sesuai,” ujarnya.
“Sistem hukum kita telah mengatur perlindungan anak secara tegas melalui UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak,” sambungnya.
Selain penegakan hukum, Prof. Henry juga menekankan perlunya pendampingan psikologis bagi KM untuk mengatasi trauma akibat kekerasan yang dialaminya.
Ia juga menyoroti pentingnya edukasi hukum kepada masyarakat untuk mencegah tindakan serupa di masa depan.
Kritik terhadap Kurangnya Pemahaman Hukum
Prof Henry Indraguna mengungkapkan keprihatinannya terhadap rendahnya pemahaman masyarakat tentang hukum dan perlindungan anak.
Tindakan main hakim sendiri yang dilakukan, apalagi melibatkan tokoh masyarakat seperti Ketua RT, menunjukkan kurangnya kesadaran akan pentingnya penyelesaian masalah secara hukum.
Ia mengingatkan bahwa anak-anak yang diduga melanggar hukum tetap memiliki hak untuk mendapatkan pendampingan hukum dan pembinaan, bukan penghukuman fisik.
Langkah Hukum dan Pesan Edukasi
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat untuk lebih bijak dalam menyikapi dugaan pelanggaran hukum, terutama yang melibatkan anak-anak.
Aparat penegak hukum juga diminta untuk menindak tegas pelaku penganiayaan guna memberikan efek jera.
“Sebagai negara hukum, kita harus menyelesaikan semua persoalan melalui mekanisme yang berlaku, bukan dengan kekerasan. Anak-anak adalah masa depan bangsa yang harus kita lindungi,” tegas Prof Henry Indraguna.
Refleksi Budaya dan Pendidikan Masyarakat
Prof. Henry juga menyoroti pentingnya menghidupkan kembali kearifan lokal dalam mendidik anak-anak.
Dalam budaya Jawa, konsep wirang—rasa malu yang mendalam—sering digunakan sebagai sanksi sosial untuk mencegah tindakan berulang.
Pendekatan ini dinilai lebih efektif dibanding kekerasan.
“Pendidikan moral dan hukum harus diperkuat, terutama bagi masyarakat yang memiliki peran penting di lingkungan, seperti Ketua RT, guru, dan lainnya. Status sosial yang baik seharusnya menjadi contoh, bukan malah mencederai hukum,” tambahnya.
Pentingnya Perlakuan Manusiawi dan Proses Hukum yang Adil
Kasus KM (12) menjadi pengingat bahwa setiap anak berhak diperlakukan secara manusiawi sesuai hukum.
Tindakan main hakim sendiri tidak hanya melanggar hukum tetapi juga mengancam hak hidup korban.
Prof Henry Indraguna berharap kasus ini dapat mendorong kesadaran masyarakat tentang pentingnya dialog dan penyelesaian konflik secara damai.
Melalui kasus ini, masyarakat diingatkan bahwa keadilan dan perlindungan anak harus menjadi prioritas.
Penegakan hukum yang tegas, edukasi masyarakat, serta pendekatan yang mengedepankan pembinaan adalah langkah penting untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. POROSJAKARTA