FOLLOW SEKARANG
FOLLOW SEKARANG

DPR Anulir Putusan MK tentang Pilkada, Prof Henry Indraguna: Berpotensi Melanggar Konstitusi!

Praktisi Hukum Prof Henry Indraguna menilai revisi Undang-Undang (UU) Pilkada yang dilakukan DPR RI sebagai upaya mengabaikan perintah putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK itu harus ditaati dan dilaksanakan oleh pembuat Undang-undang baik legislatif maupun eksekutif.

UU Pilkada hasil revisi yang tidak berpedoman pada putusan MK berpotensi menimbulkan masalah baru dan bisa jadi kembali digugat melalui uji materi.

“Jadi seperti mempermainkan dan mengabaikan keberlakukan hukum namanya kalau DPR melakukan itu,” dan bahkan apabila hal tersebut tetap dilakukan oleh DPR bisa jadi nantinya anggota dewan DPR yang selama ini dikenal terhormat dan dihormati” justru hilang kehormatannya dimata rakyat.

Menurutnya, DPR seharusnya tidak menafsirkan apa yang sudah cukup jelas diatur oleh putusan MK. Kalau DPR mengatur yang berbeda itu cukup jelas sebagai sebuah potensi pelanggaran konstitusi.

Ia menyarankan regulasi pilkada yang diatur di dalam UU Pilkada hanya perlu dibenahi dan disesuaikan dengan Putusan MK tersebut bukan dibuat berbeda dengan Putusan MK tersebut. sebab dari putusan MK tersebut telah dapat memastikan tersedianya calon yang beragam. Kalau calonnya beragam, maka pilihan-pilihan itu lebih mungkin untuk dapat diperoleh oleh masyarakat.

Sebagaimana diketahui, DPR RI melalui alat kelengkapan dewan (AKD) Badan Legislasi (Baleg) yang dianggap bakal menjadi senjata amunisinya berusaha “mengabaikan” putusan MK dengan menggunakan dasar putusan MA.

Dalam putusannya, MK memutuskan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.

MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.

Selain itu, MK juga memastikan partai non seat alias tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenur.

DPR lantas merevisi UU Pilkada pada Rabu (20/8/24) setelah MK memutus judicial review atas UU Pilkada. Berdasarkan informasi revisi UU Pilkada tersebut dilakukan sangat cepat. (*)

Related Posts

Leave a Reply